Dismenore gejala kista

>> Minggu, 23 Agustus 2009

Datang bulan tidak teratur kadang sangat mengganggu. Meski tak disertai nyeri, tak sedikit wanita merasa khawatir ketika darah haid yang dikeluarkan sangat sedikit atau bahkan dalam jumlah banyak yang tak seperti biasanya.

Pada dasarnya, normal tidaknya siklus menstruasi dipengaruhi tiga faktor yakni kelenjar hipotalamus di otak, rahim, dan ovarium. Gangguan itu bisa terjadi akibat gangguan produksi hormon estrogen dan progesteron.

Menurut dr Budiyo Santoso SpOG, menstruasi dianggap normal jika terjadi dengan interval 22 - 35 hari dari hari pertama menstruasi sampai pada permulaan periode menstruasi berikutnya. Lama terjadinya sekitar 3-7 hari dengan volume darah yang hilang kurang dari 80 ml.
“Gangguan yang paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduksi, yakni di bawah usia 19 atau di atas usia 39. Gangguan ini umumnya berkaitan dengan lama siklus menstruasi dan jumlah darah menstruasi,” jelas Spesialis Kebidanan dan Kandungan RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya ini.

Berdasar bukti klinis, lanjut Budiyo, seseorang yang mengonsumsi pil diet atau pil kontrasepsi mengalami gangguan produksi hormon estrogen. Keluhan yang sering terjadi yakni muncul bercak-bercak darah menstruasi sebelum dan sesudah periode normal. Namun diyakini keadaan ini tidak menimbulkan akibat abnormal.
Amenore dan Menoragia
Dalam istilah medis, jika menstruasi belum terjadi dalam interval 70 hari (tanpa ada kehamilan) disebut amenore (darah haid sedikit) sekunder. Sementara amenore primer terjadi jika belum menstrusi pada usia 16 tahun. Penyebab amenore yang lebih umum, terjadi pada wanita yang mengalami gangguan makan terutama anoreksia nervosa serta wanita yang berolahraga secara kompulsif.

Amenore terjadi karena kegagalan hipotalamus melepaskan hormon gonatropic. Ini mengakibatkan jumlah estrogen yang disekresi ovarium sedikit. Jika keadaan ini berlangsung hingga enam bulan, dapat terjadi kehilangan massa tulang atau osteoporosis. Seperti diketahui, hormon estrogen sangat membantu proses pembentukan tulang.
“Nyeri haid sebaiknya jangan diremehkan. Produksi hormon prostaglandin yang tinggi kerap menjadi penyebab otot rahim kram sehingga menghambat aliran darah ke rahim. Ini gejala dismenore primer,” imbuhnya.

Dismenore primer lainnya timbul jika saluran canalis servix terlalu sempit, akibatnya darah yang menggumpal sulit keluar. “Nyeri ini akan hilang jika wanita tersebut melahirkan, karena salurannya melebar. Tapi tidak semua nyeri haid hilang setelah melahirkan,” tukasnya. Sementara itu, dismenore sekunder muncul akibat kista indung telur atau mioma pada dinding rahim. “Kemunculan kista dan mioma sifatnya individual, bahkan belum jelas terutama pada wanita yang belum menikah atau memiliki anak,” imbuhnya.

Menurut Budiyo, wanita yang mengalami haid berkepanjangan dengan jumlah darah haid cukup banyak, sebaiknya juga tidak disepelekan. Dalam istilah medis, gejala ini disebut menoragia. Menoragia dapat disebabkan oleh mioma uteri - semacam tumor yang hingga kini belum diketahui penyebab pasti timbulnya.
Kasus perdarahan haid yang cukup banyak karena disfungsional, membawa pada tingginya produksi hormon estrogen. Kadar estrogen yang cukup tinggi mengakibatkan bertambahnya ketebalan dinding endometrium dan menyebabkan hiperplasia kistik. Jika yang terjadi adalah hiperplasia simplex, lanjut Budiyo, kasusnya sederhana. Namun, jika yang terjadi hiperplasia adenomatis ini adalah calon kanker.ame

Terapi Bedah dan Nonbedah
Untuk memastikan keluhan haid yang dialami seseorang, dr Budiyo Santoso SpOG menyarankan perlunya dilakukan anamnesis dan pemeriksaan anatomi klinis. Ada dua cara yang ditempuh dalam pemeriksaan ini, yakni terapi nonbedah dan terapi bedah. Terapi nonbedah dilakukan dengan beberapa cara. Histeroskopi, dengan bantuan alat histeroskop yang mampu melihat rongga uterus dan kelainannya seperti polip, juga mendeteksi adanya mioma.

Ultrasonografi transvaginal, metode memotret rongga uterus untuk mendeteksi mioma dan mengukur luas endometrium. Sementara itu terapi bedah antara lain dilakukan dengan cara kuretase dan histerektomi. Dalam kuretase ini bisa dilakukan pengambilan sampel endometrium atau keseluruhan endometrium untuk pemeriksaan holistik.

“Kuretase ini dapat mengontrol perdarahan berat dalam jangka waktu singkat, tetapi biasanya kambuh kembali dalam empat - enam bulan,” lanjutnya.
Budiyo menyarankan, saat nyeri tiba, apalagi berkepanjangan sebaiknya tidak mengonsumsi sembarang obat sebelum dilakukan pemeriksaan klinis. “Masyarakat tradisional percaya bahwa pengobatan pitofarmaka bisa menjadi pilihan. Misalnya kunyit asam bisa meredam gejala ini, namun pihak medis belum melakukan pembuktian secara akurat,” ucapnya. ame

0 komentar:

Powered By Blogger

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP