Museum Sangiran

>> Senin, 24 Agustus 2009

Salah satu objek wisata menarik di Kabupaten Sragen adalah Museum Sangiran yang berada di dalam kawasan Kubah Sangiran. Kubah tersebut terletak di Depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (kurang lebih 17 KM dari Kota Solo). Kehadiran Sangiran merupakan contoh gambaran kehidupan manusia masa lampau karena situs ini merupakan situs fosil manusia purba paling lengkap di Jawa. Luasnya mencapai 56 KM2 yang meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu Kecamatan Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh serta satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu Kecamatan Gondangrejo. Sangiran merupakan situs terpenting untuk perkembangan berbagai bidang ilmu pengetahuan terutama untuk penelitian di bidang antropologi, arkeologi, biologi, paleoanthropologi, geologi, dan tentu saja untuk bidang kepariwisataan. Keberadaan Situs Sangiran sangat bermanfaat untuk mempelajari kehidupan manusia pra sejarah karena situs ini dilengkapi dengan fosil manusia purba, hasil-hasil budaya manusia purba, fosil flora dan fauna purba beserta gambaran stratigrafinya. Sangiran dilewati oleh sungai yang sangat indah, yaitu Kali Cemoro yang bermuara di Bengawan Solo. Daerah inilah yang mengalami erosi tanah sehingga lapisan tanah yang terbentuk nampak jelas berbeda antara lapisan tanah yang satu dengan lapisan tanah yang lain. Dalam lapisan-lapisan tanah inilah yang hingga sekarang banyak ditemukan fosil-fosil manusia maupun binatang purba.

Sampai saat ini, Situs Purbakala Sangiran masih menyimpan banyak misteri yang perlu untuk diungkap. Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus telah ditemukan. Jumlah ini mewakili 65 % dari fosil Homo erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di dunia (Widianto: 1995, 1). Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Beberapa fosil manusia purba disimpan di Museum Geologi Bandung dan Laboratorium Paleoanthropologi Yogyakarta. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.

Penelitian tentang manusia purba dan binatang purba diawali oleh G.H.R. Von Koenigswald, seorang ahli paleonthologi dari Jerman yang bekerja pada pemerintah Belanda di Bandung pada tahun 1930-an. Beliau adalah orang yang telah berjasa melatih masyarakat Sangiran untuk mengenali fosil dan cara yang benar untuk memperlakukan fosil yang ditemukan. Hasil penelitian kemudian dikumpulkan di rumah Kepala Desa Krikilan, Bapak Totomarsono, sampai tahun 1975. Pada waktu itu, banyak wisatawan yang datang berkunjung ke tempat tersebut, maka muncullah ide untuk membangun sebuah museum. Pada awalnya, Museum Sangiran dibangun di atas tanah seluas 1.000 M2 yang terletak di samping Balai Desa Krikilan. Sebuah museum yang representatif baru dibangun pada tahun 1980 karena mengingat semakin banyaknya fosil yang ditemukan dan sekaligus untuk melayani kebutuhan para wisatawan akan tempat wisata yang nyaman. Bangunan tersebut seluas 16.675 M2 dengan ruangan museum seluas 750 M2. Bangunan tersebut bergaya Joglo dan terdiri dari ruang pameran, aula, laboratorium, perpustakaan, ruang audio visual (tempat pemutaran film tentang kehidupan manusia pra sejarah), gudang penyimpanan, mushola, toilet, area parkir, dan kios souvenir (khususnya menjual handicraft “batu indah bertuah” yang bahan bakunya didapat dari Kali Cemoro). Di Museum Sangiran terus dilakukan pembenahan dan penambahan bangunan maupun fasilitas pendukung untuk mempertegas keberadaannya sebagai warisan dunia yang memiliki peran penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun untuk menciptakan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung ke tempat ini. Museum Sangiran sekarang telah berrevolusi menjadi sebuah museum yang megah dengan arsitektur modern.

Pada tahun 1936, untuk pertama kalinya Von Koenigswald menemukan Mandibula (rahang bawah) Pithecanthropus erectus dan cranium (tengkorak) pada tahun 1937 di tepi Kali Cemoro. Sampai saat ini terdapat lima puluh fosil manusia purba di Situs Sangiran. Sebagai tambahan informasi, takson Homo erectus mengalami tiga tahap evolusi, yaitu Homo erectus arkaik (lebih kekar), Homo erectus tipic (lebih ramping), dan Homo erectus progresif. Hal yang paling mengesankan dari Situs Sangiran adalah kita bisa menemukan lapisan stratigrafis yang tidak terputus sejak kala Pleistosen Akhir hingga akhir Pleistosen Tengah sekitar 2.000.000 hingga 250.000 tahun yang lalu (Widianto: 1995, 1). Bagaimana misteri terjadinya Kubah Sangiran?

Pada awalnya Sangiran merupakan lautan dalam yang kemudian karena adanya tenaga endogen (tenaga yang berasal dari dalam bumi) terjadi pengangkatan dan pelipatan pada permukaan lapisan permukaan bumi. Hal ini dibuktikan dengan adanya Formasi Kalibeng (sekitar dua juta tahun yang lalu), kemudian memunculkan rawa-rawa disusul dengan terbentuknya danau-danau. Pada kala Glasial, permukaan air laut menyusut oleh adanya pembekuan es di Kutub Utara dan muncullah jembatan daratan (Paparan Sunda) sehingga terjadi migrasi manusia dan binatang dari arah Benua Asia. Kehidupan manusia pra sejarah dimulai pada saat endapan danau di Sangiran terbentuk. Hal ini dapat diamati pada Formasi Pucangan kemudian berlanjut sampai saat daratan sudah terbentuk. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan fosil pada lapisan tersebut, baik fosil manusia maupun fosil binatang bertulang belakang dan menyusui.

Lapisan stratigrafi yang ada di Sangiran sangatlah lengkap. Lapisan stratigrafi tersebut mulai dibentuk pada akhir kala Pliosen yang pada saat itu merupakan lingkungan laut dalam (Formasi Kalibeng). Di dalam lapisan lempung biru, selain mengandung foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-lain) juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu.

Formasi Pucangan (sekitar 1.800.000 – 700.000 tahun yang lalu) merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit yang mengandung cangkang diatomea laut. Fauna yang dapat ditemukan di lapisan ini antara lain reptil (buaya dan kura-kura), mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu. Lapisan berikutnya adalah grenzbank (700.000 tahun yang lalu), terbentuk karena adanya lipatan di Pegunungan Kendeng sehingga relief baru mengalami erosi dan membentuk endapan konglomerat gamping. Di lapisan ini juga ditemukan fosil mamalia dan gamping koral. Formasi berikutnya adalah Formasi Kabuh (700.000 – 500.000 tahun yang lalu). Formasi ini terbentuk akibat adanya lipatan perbukitan sehingga terendapkan lanau, pasir, pasir besi bersilang siur dengan konglomerat dan batu gamping. Fauna yang dapat ditemukan pada lapisan ini antara lain fosil harimau, antilope, dan gajah. Lapisan ini juga kaya akan fosil manusia Homo erectus. Formasi Notopuro (500.000 – 250.000 tahun yang lalu) dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas vulkanik. Di dalam lapisan ini banyak ditemukan artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak penetak, dan kapak persegi.

0 komentar:

Powered By Blogger

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP